Senin, 08 Desember 2014

Resume Filsafat


BAB 1  (HAKIKAT DAN NILAI FILSAFAT ISLAM)
1.      Hakikat Filsafat Islam
Filsafat menurut Sadr al-Din Shirazi, adalah upaya melakukan interprestasi rasional terhadap alam semesta sebagai sebuah kesatuan sistematis, dan tujuannya adalah sebisa mungkin meniru Tuhan. Bagi para pemikir Muslim, filsafat pada dasarnya adalah sebuah pencarian kebenaran akhir, sekaligus juga merupakan keyakinan, dan berakar pada kebutuhan praktis manusia, baik material maupun spiritual. Para pemikir ini mamang sangat cerdas dan sangat taat beragama. Mereka memiliki kahausan yang tak pernah puas akan kebenaran akhir, bukan hanya untuk memuaskan kebutuhan intelektual mereka tetapi juga untuk membentuk perilaku mereka agar sesuai dengan hukum-hukum kebaikan dan moralitas. Para pemikir Muslim berupaya menemukan fakta, kebenaran, ideal dan sudut pandang, yang akan membebaskan mereka dari keraguan ini.
Tujuan mereka berfilsafat bukan hanya sebuah sintesis dari berbagai sains ke dalam sebuah sistem metafisika, melainkan juga sebuah sintesis antara sifat dengan tujuan, dan sintesis sebuah keduanya dengan perkembangan dan tujuan sosial. Mereka ingin memuaskan bukan hanya dorongan inteletual melainkan dorongan moral, agama, dan sosial.
2.      Nilai Filsafat Islam
Kini apa filsafat Muslim bagi pelajar pemikiran modern dan kontemporer? Pertama-tama, filsafat Muslim membentuk latar belakang dan konteks bagi pemikiran Eropa yang mengklaim diri sebagai filsafat yang paling dominan di dunia saat ini. Filsafat Muslim menembus Eropa melalui Spanyol, Italia Selamat dan Sisilia. “ menjelang abad tiga belas,” ujar Hitti, “ sains dan filsafat Arab telah tersebar ke Eropa dan tugas Spanyol sebagai perantara telah selesai dijalankan. Untuk memperoleh pemahaman seksama atas pemikiran Eropa modern, diperlukan filsafat Muslim. Pemikiran Muslim merepresentasikan satu fase tertentu dalam perkembangan pemikiran manusia, dan karenanya tidak bisa begitu saja diabaikan.
Kedua, kita terkadang menemukan permasalahan yang didiskusikan dan kesimpulan yang dicapai dalam filsafat Muslim serupa dengan yang kita temukan dalam pemikiran Barat kontemporer. Kesamaan tersebut adalah berharga bagi filsafat komparatif terutama karena seringkali kita temukan bahwa cara-cara pendekatan dan metode demonstrasinya berbeda. Pertimbangan-pertimbangan di atas mesti membuktikan nilai studi filsafat Muslim. Bahkan seseorang yang membaca teks filsafat Arab sambil lalu sekalipun akan yakin bahwa pemikiran Muslim, selama pemikiran itu hidup sebagai sebuah kekuatan potensial, memang sangat komprehensif dan benar-benaar orisinal. Ciri lain filsafat ini adalah kemandiriannya yang luar biasa dan kebebasannya dalam berpikir. Para pemikir Muslim memiliki kecintaan mendalam terhadap kebenaran, dan kurang memperdulikan agama golongan tertentu. Kebanyakan dari mereka dinyatakan kafir oleh para teolog ortodoks, tetapi mereka tidak mengindahkan ancaman tersebut, bahkan terhadap penganiayaan yang kejam sekalipun. Filsafat Muslim tidak pernah kehilangan pandangan atas nilai-nilai moral dan tidak pernah merosot menjadi sekadar intelektualisme.
Filsafat Muslim menjadi sebuah fase kehidupan bagi kaum Muslim, bukan sekadar pengamatan kehidupan dari luar. Ia memberikan sebuah landasan teoritis penting bagi kehidupan melalui doktrin-doktrin dan ia menjadi tujuan utama para pemikir yang terdorong oleh naluri sekaligus kewajiban untuk menyelidiki kebenaran akhir.
BAB 2 ( FILSAFAT PRA-ISLAM)
1.      Pemikiran Arab Pra-Islam
Implus pertama yang bisa disebut Islam datang dari Arab, dan titik awal bagi pelajar filsafat dan budaya Muslim adalah spekulasi tentang Arab sebelum kedatangan Islam. Masa Pra-Islam di Arab adalah sebuah periode kebodohan, amoralitas yang kasar dan ketidakberagama. Para sejarawan Arab mengatakannya sebagai “periode kegelapan” dan “masa kebodohan”. Masyarakat Arab kala itu tidak memiliki rasa kesatuan nasional, dan perjuangan keras untuk mendapatkan eksistensi di Arab telah mengembangkan sejenis partikularisme yang tak tersembuhkan. Agama Arab bersifat pura-pura dan palsu. Ada banyak dewa dan kuil berhala, tetapi tidak ada yang benar-benar tumbuh dari perasaan keagamaan sejati. Setiap suku, setiap keluarga, setiap prajurit dan individu, masing-masing memiliki satu dewa pribadi atau bahkan sejumlah dewa. Binatang dan planet, fenomena langit, manusia, binatang, tumbuhan dan batu, dalam bentuk dewa-dewa lokal yang begitu banyaknya, disembah dengan berbagai ritus dan upacara. Upacara tersebut didasarkan pada rasa takut, bukan cinta. “Mereka mengatakan tidak ada kehidupan melainkan kehidupan dunia ini : (di situlah) kita mati dan (di situlah) kita lahir, dan tidak ada yang bisa menghancurkan kita kecuali waktu” (al-Qur’an).
Dengan melihat sebab material, Syahrastani berkata bahwa “semua itu adalah alam nyata yang bisa menghancurkan benda-benda melalui proses penyatuan dan pemecahan”. Ini memberi kita petunjuk yang diinginkan. Sekarang kita bisa dengan aman berkata bahwa orang-orang Arab itu materialis, menganggap dunia nyata sebagai sesuatu yang abadi, kendatipun mengalami perubahan, dan membentuk suatu alam yang sempurna dan prinsip utama segala benda sebagai wujud yang nyata (dapat dirasakan). Inilah konsep mereka mengenai sebab efisien. Pertimbagan-pertimbangan ini lantas menunjukan bahwa orang-orang Arab pada masa kebodohan (Jahiliyyah) telah mengupayakan sebuah penjelasan materialistis dan naturalistis atas alam semesta, menganggap dunia sebagai sesuatu yang abadi, dan waktu sebagai sumber gerak dan perubahan.
Teori yang mendasari keyakinan ini sangat sederhana. Ruh manusia menjadi ruh burung. Ruh itu bergerak dari satu tubuh ke tubuh lain. Partikel-pertikel dasar jasad yang mati juga mengambil bentuk jasad burung. Dengan pendirian ini, mereka mengingkari adanya penciptaan, kebangkitan dan kehidupan setelah kematian, di surga atau neraka. Nilai-nilai kebaikan yang merka miliki hanyalah kesermawaan, cinta kesukuan, kesetiaan, keramahan, keberanian dan pemenuhan janji. Standar moralitas mereka amat rendah, dan mereka punya rasa bangga dalam hal melakukan zina sesuka hati, perampokan, judi dan minum-minuman. Dan seluruh atmosfer Arab- sosial, keagamaan dan intelektual menjalani sebuah perubahan radikal.
2.      Islam
Rasul Allah, keturunan keluarga paling terkemuka di Arab yang telah sejak lama merupakan para tokoh bangsawan Makkah dan pelindung turun temurun atas Ka’bah. Ia adalah Muhammad SAW yang telah mengubah Arab, yang perhatiannya saat ini bukan lagi hanya pada masalah duniawi. Sesuatu yang tak dikenal tak terjangkau akal kini mendorong mereka kepada kemerdekaan, kebaikan, keadilan dan cinta. Tuhan mereka tidak lagi terbuat dari batu, kayu atau logam, tetapi yang Mahakuasa, satu Tuhan atas segala penciptaan, yang telah mengutus para rasul yang tekun dan tak kenal lelah seperti Muhammad, yang telah mengubah Arab menjadi sebuah surga kesalehan yang menggairahkan jiwa dan kebaikan.
Revolusi spiritual besar ini adalah agama Islam yang sepenuhnya universal dan benar-benar monoteistik, yang pertama dan terutama merupakan sebuah reformasi bagi Arab, dan karena juga bagi dunia. Sang rasul tidak menganggap agama sebagai seperangkat praktik, ibadah dan doktrin. Ia justru berpikir bahwa agama menjdi berarti, tidak hanya bagi suku atau orang tertentu, tetapi bagi seluruh dunia : agama harus mencangkup seluruh umat manusia dan melintasi batas negara dan bangsa. “Agama adalah hukum Tuhan atas penciptaan, karena Tuhan telah menjadikan manusia : tidak ada yang bisa mengubah ciptaan Tuhan, yakni agama sebagai standar” (al-Qur’an). Islam dipahami oleh pendirinya sebagai sebuah Agama kedamaian, yakni sebagai jalan hidup yang memungkinkan manusia hidup dengan baik di dunia ini dan kembali dengan baik pula ke dunia lainnya.
Konsepsi tentang Tuhan disajikan kepada orang-orang Arab dalam suatu bentuk yang paling cocok bagi mereka. Orang-orang Arab memiliki keyakinan politeisme yang menyolok dan antropomorfisme sehingga ajaran Muslim tentang keTuhanan dimulai dengan penolakan terhadap politeisme dan antropomorfisme. Al-Qur’an mengutuk politeisme sebagai hal yang tidak rasional, menyeru manusia agar mengikuti keyakinan rasional, memperingatkan kaum yang tidak beriman, bahwa mereka akan menjadi para pecundang di dua dunia karena keyakinan mereka yang sesat, dan mengajak mereka untuk memperbaiki pandangan mereka karena Tuhan itu pemurah, pengampun dan akan memaafkan mereka. Al-Qur’an tidak membuat upaya apa pun untuk membuktikan eksistensi Tuhan secara logis dari alasan spekulatif.
Al-Qur’an melangkah lebih jauh dan menegaskan fakta bahwa tidak ada satu bukti pun yang memungkinkan. Sifat-sifat pribadi Tuhan, Mahakuasa dan Mahatahu, menjadi sebab penciptaan. Prinsip-prinsip dasar dalam menciptakan, memelihara dan mengarahkan perkembangan alam semesta adalah kebijkan dan kebaikan. Seorang Nabi mesti memperoleh wahyu dan perintah untuk bedakwah dari Tuhan. Tidak ada seorang pun manusia yang dengan usahanya sendiri,  bisa menjadi seorang Nabi. Jadi tidak ada upaya apa pun yang dilakukan manusia yang bisa membawanya mencapai kerasulan.
3.      Penerjemah
Islam adalah sebuah misi besar memberadabkan Katolik. Aktivitas umat Muslim dalam menerjemahkan dan mencerna pengetahuan asing sama luar biasanya dengan aktivitas mereka dalam melakukan penaklukan. Dan mereka meraih sukses besar. “Dalam periode singkat selama sekitar delapan puluh tahun,” kata Jurji Zaidan, “mereka mengubah kedalam bahasa mereka hasil-hasil penting berbagai aktivitas intelektual manusia sejak permulaan peradaban sampai zaman mereka sendiri dan mewarisi pengetahuan oran-orang Kaldea, Phoenic, Mesir, Persia, Yunani dan India. Pemikiran persia, Zarathusthra, guru keagamaan dan filosofi paling awal yang berasal dari Iran, hidup sekitar tahun 1000 atau 1200 SM. Ajaran-ajarannya ditemukan sebagai dalam Avesta dan Gathas. Filsafatnya bersifat dualitas, berdasarkan pada konsep tentang wujud sebagai ruh. Filsafat Yunani mempunyai pengaruh yang jauh jangkauannya dalam pemikiran Muslim, karena Yunani telah menghasilkan kontribusi terpenting bagi filsafat dalam zaman kuno, dan kaum Muslim mencurahkan lebih banyak waktu dan energi untuk menerjemahkan dan mempelajari para penulis Yunani.
BAB 3 ( PARA FILSAFAT MUSLIM )
Karya-karya filsafat Yunani telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada abad ke-9 M.
Al-Kindi adalah seorang penulis dan ilmuwan ensiklopedi. Tulisan-tulisan orisinalnya berjumlah 275, termasuk buku-buk filsafat, logika, fisika, politik, psikologi, etika, matematika, astronomi, fenomenologi, sejarah peradaban, teologi dan bidang-bidang lainnya. Kendati Tuhan adalah satu-satunya Agen sejati dan aktivitas-Nya itu berbeda-beda, sehingga lebih tinggi (misalnya ruang) dan sebagai lebih rendah (misalnya dunia materi), dan semua eksistensi ini dibatasi oleh mata rantai sebab-akibat. Kindi adalah seorang penganut yang teguh dalam hal hukum Kausalitas. Ruh kita adalah esensi yang terpisah dan kekal. Ia berada di dunia akal sebelum turun ke dunia inderawi.
Yang pertama adalah potensi ruh manusia, yakni kapasitas memperoleh pengetahuan. Ruh pada tahap ini mampu memperoleh pengetahuan, tetapi ia belum memperoleh pengetahuan apa pun. Yang kedua adalah kecerdesan yang diperoleh atau dikembangkan, yang bisa digunakan oleh ruh tersebut kapan saja. Yang ketiga adalah kecerdesan aktif, kecerdesan dalam keadaaan di luar manifestasi seperti ketika sang penulis benar-benar mengejawantahkan pengetahuannya tentang seni menulis menjadi sebuah aktivitas. Keempat adalah akal agen (pelaku) aktif yang mengalir darinya semua realitas dan yang merupakan sebab dan esensi semua entitas spiritual di dunia.
Al-farabi. Abu Nasr Muhammad bin Tarkhan al-Farabi lahir di Farab, sebuah distrik di Transoxania Turki. Dia belajar di Baghdad dan Harram, lantas pergi ke Siria dan Mesir, dan akhirnya tinggal di Damaskus sampai akhir hayatnya pada Desember 958. Sebagian dari ide-ide, kata dia, tidaklah sempurna, artinya ide-ide tersebut tidak bisa sepenuhnya dipahami oleh konsep-konsep tertentu lainnya dalam pemikiran, karena kalau tidak, ide-ide itu tidak bisa sepenuhnya dimengerti. Logika al_farabi adalah kunci untuk memahami metafisiknya. Pembedaan logis, yang telah kita pikirkan, meberi al-Farabi sebuah arti penting metafisika. “Mutiara Kearifan”. Al-Farabi memulainya dengan sebuah pembedaan antara “mana” dan “apa” sebuah benda. Dengan “mana” sebuah benda, dia memaksudkan eksistensinya, dan dengan “apa” sebuah benda dia memaksudkan konsep, arti atau definisinya. Tuhannya al-Farabi adalah eksistensi absolut dan karenanya juga merupakan wujud wajib sekaligus realitas murni. “Wujud-wajud,” kata al-Farabi, “Menciptakan yang nyata dari yang tidak nyata, dan segala yang kosong dari Tuhan adalah tidak nyata. Ruh kata, al-Farabi, bekerja dengan sebuah kekuatan bernama Akal Teoritis yang kedudukannya terhadap ruh adalah seperti kedudukan semir terhadap cermin.
Ibn Sina, dikenal di Eropa sebagai Avicenna, adalah pemikiran Muslim terbesar dan yang terakhir dari para filosofi Muslim di Timur. Ibn Sina lahir pada 985 M. Dia mempelajari al-Qur’an dan banyak kesusateraan ketika ia masih seorang bocah berusia sepuluh tahun. Dua tamu Ismailian dari Mesir datang dan hidup bersama keluarganya pada saat itu, dan dari merekalah Ibn Sina belajar filsafat, psikologi, logika, matematika Yunani dan India. Dia belajar logika dan membaca sendiri buku Euclid dan Ptolemy tentang astronomi. Dia juga membaca sendiri buku-buku kedokteran dan dalam waktu singkat. Kemudian dia mengambil metafisika Arirtoteles tetapi tidak bisa memahamina. Dia kecewa, membacanya kembali sebanyak 40 kali dan mempelajarinya sungguh-sungguh. Saat usianya baru 16 atau 17, dia telah mendapatkan kemasyhuran karena pengetahuan dan kecendekiannya. Ibn Sina menikmati kekuasaan luar biasa atas tubuh dan pikirannya. Dan kemampuan-kemampuan alamiahnya luar biasa tajam dan kuat. Kita diberitahu bahwa dia bisa melihat dan mendengar sampai jarak bermil-mil, bisa mengingat ribuan halaman di luar kepala hanya dengan sekali membaca dan bisa menulis buku-buku klasik selama waktu-waktu jeda dalam bisnis dan selama perjalanan.
Ibn Sina adalah seorang yang memiliki pengetahuan ensiklopedi dan keilmuan yang luas. Dia adalah seorang maestro dalam gaya, menulis dengan keapikan, kesederhanan dan kejelasan yang jarang ditemukan dalam buku-buku serupa. “Sistem Ibn Sina secara umum dianggap sebagai yang paling sempurna dan pengamatannya terhadap realitas-rea;itas filosofi adalah yang paling mendalam dan segala pemikiran berikutnya telah tercangkup dalam tulisan-tulisannya. “Filsafat. “kata Ibn Sina, “ adalah latihan intelektual yang memungkinkan manusia untuk mengetahui wujud sebagaimana adanya dalam dirinya. Adalah tugas manusia untuk melakukan hal ini melalui latihan intelektual sehingga ia memuliakan jiwanya dan menyempurnakannya, juga bisa menjadi seorang ilmuwn rasional dan memperolah kapasitas kebahagiaan abadi di akhirat.
Filsafat teoritis mengurusi : (1) obyek yang bersifat material dan yang tidak bisa dipikirkan akal dalam abstrak dari dzat, atau (2) obyek yang meskipun sebenarnya ditemukan dalam dzat saja, bisa diabstraksikan oleh akal dari keadaan materinya, atau (3) obyek yang sungguh berbeda dan berlainan dari dzat, gerak atau manusia, dan tidak bisa bercampur dengan materi atau (4) fakta dan makna yang bercampur, tetapi tidak bercampur dengan dzat. Maka filsafat teoritis terdiri dari empat jenis, yaitu : fisika, matematika, astronomi dan ilmu universal. Logika menurut Ibn Sina adalah ilmu tentang cara-cara peralihan dari hal-hal yang sudah diketahui ke hal-hal yang mesti diketahui beserta deskripsinya, juga ilmu tentang jenis-jenis dan kegunaan relatif cara-cara tersebut, sifat kegunaannya serta aplikasinya.
Logika juga dapat didefinisikan sebagai instrumen hukum yang mencegah akal agar tidak membuat kesalahan dalam berfikir, menetapkan bahwa akal dan berfikir diterima dlam pengertian lebih luas sebagai kamna yang dimaksudkan dalam bahasa umum. Tuhan adalah satu-satunya kebenaran dan wujud wajib serta sebab pertama. Melalui emanasi, dia menciptakan akal pertama dan melalui akal pertama itu dia lantas menciptakan akal lain dan langit pertama.

BAB 4 ( PARA FILOSOFI BARAT )
Setelah dekadensi kebudayaan dan filsafat Muslim di Bghdad, filsafat Muslim subur beberapa saat di wilayah barat kekaisaran Muslim. Spanyol telah ditaklukan pada masa awal ekspansi kekuasaan Muslim. Pelopor pemikiran filosofi di Spanyol adalah dua orang pemikiran Yahudi : Hasdai Ben Shabrut dan Ibn Jabirul. Tetapi pemikiran besar Muslim pertama di Spanyol adalah Ibn Bajjah.
Ibn Bajjah, Abu Bakr Muhammad bin Yahya yang diberi julukan Ibn Saigh atau Ibn Bajjah, dipanggil Avmpace oleh para penulis Skolastik, lahir di Spanyol menjelang penghujung abad kelima Hijriyah (abad sebelas Masehi) dan wafat pada 533 H (1138). Ibn Bajjal adalah seorang ilmuwan besar, dan muridnya, Abu al-Hasan Ali, menyuarakan kebenaran ketika ia berkata bahwa “dia adalah orang yang pertama mengambil faedah filsafat kaum Muslim Timur. Dalam buku ini, Ibn Bajjah menggambarkan sebuah model bagi pengetahuan dan tindakan manusia, juga menggambarkan pandangan-pandangannya tentang persoalan filsafat.
Bab pertama menggambarkan tujuan buku tersebut, wajar jika manusia mempertimbangkan akibat segala tindakan sebelum melakukannya dan mengarahkan tindakan itu menurut tujuan dan kegunaanya. Buku ini berbicara tentang aktivitas total manusia (teoritis dan praktis). Dalam keadaan sempurna, seorang monoteis (manusia sempurna) tidak memerlukan usaha individu demmi kebaikan karena ada upaya kumulatif seluruh kelompok untuk mewujudkan kebaikan.
Bab kedua buku Ibn Bajjah dimulai dengan sebuah diskusi tentang tindakan manusia. Ada hubungan antara binatang dengan ssayuran, juga antarea sayuran dengan moneral. Tetapi tindakan manusia secara spesifik berasal dari kehendak dan pilihan yyang berdasarkan pertimbangan, bukan berdasarkan naluri spontan yang juga ada dalam dari manusia seperti halnya binatang.
Ibn Bajjah berlanjut pada bab ketiga mendiskusikan sifat-sifat akal (isi pemikiran dan pemahaman) dalam rangka mengetahui tujuan “monoteis”. Tindakan manusia kata dia, berasal dari pemahaman dan ini berada dalam berkendak dan bermaksud. Bermaksud ini menjadi sebuah sifat akal. Bab keempat menghadirkan sebuah analisa tentang tindakan menusia menurut berbagai maksud dan tujuannya dan mencela maksud-maksud tertentu yang bersifat materil dan duniawi karena mengakibatkanterbentuknya bentuk-bentuk material. Bab kelima mendiskusikan maksud dan tujuan berbagai golongan “sifat-sifat ruh”. Maksud ini adalah jasmaniah dan spiritual. Maksud jasmaniyah tidak bisa didiskusikan karena dalam hal ini manusia mamiliki kesamaan dengan binatang. Maksud sifat-sifat spiritual umum adalah menggerakan manusia melalui tindakan-tindakanya, melalui kualitas alamiah dan akalnya.
Ibn Thufail, tokoh besar pemikiran filsafat berikutnya di Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad bin Abd al-Malik bin Thufail. Dia lahir pada awal abad keenam Hijriyah (abad 12M), di lembah Asy, sebuah kota di wilayah kerajaan Kordova Muslim. Sejarah Ibn al-Khatib menyebutkan bahwa Ibn Thufail mempelajari ilmu kedokteran di Kordova dan menulis dua buku dengan pokok bahasan tersebut. Sebagai seorang pemikir, Ibn Thufail sangat bebas dan mandiri. Sejauh kita sadari, Ibn Thufail adalah pemikir Muslim pertama yang mengawali bukunya dengan sebuah kritisisme historis, seperti yang dilakukan oleh Aristoteles dalam Metaphysics-nya.
Pertanyaan-pertanyaan Ibn Thufail di atas menunjukan bahwa pemikirannya adalah yang pertama kali menentukan ide bahwa penciptaan terjadi karena kekuatan-kekuatan alam dan evolusi. Sangat patut dihargai bahwa Ibn Thufail yang merupakan seorang pemikir Muslim abad keenam Hijriyah, telah menentang mereka semua dalam pandangannya tentang penciptaan manusia , dan telah mengemukakan doktrin yang bertentangan bukan saja dengan Islam (sebagaimana dipahaminya) tetapi juga dengan semua agama. Perkembangan Hayy bin Yaqzan berlanjut . saat dia berusia 21 tahun, dia bergerak lebih jauh dari pada sekadar memenuhi kebutuhan material. Ibn Thufail selanjutnya mediskusikan filsafat ini, yang diperoleh Hayy bin Yaqzan hanya ddengan melatih kemampuan-kemampuan alamiyah dan kekuatannya melakukan pengamatan kritis.
Hayy bin Yaqzan menjadi tahu, kata Ibn Thufail, bahwa segala yang disebabkan pasti memiliki penguasaan. Terlepas dari fakta Ibn Thufail menganggap kesadaran diri sebagai tujuan akhir perkembangan alamiyah akal manusia, menarik dicat bahwa “ruh yang sadar diri tidak bisa mengenal Tuhan lain selain Tuhan yang sejati. Filsafat Ibn Thufail karenanya berpuncak pada mistisme. Jika ditinjau, filsafat pemikir Muslim ini terlihat sebagai suatu campuran antara naturalisme, idealisme, intuiisionisme dan mistisme unsur-unsur yang menjadi lebih besar sesuai dengan urutan kemunculannya yang disebutkan diatas.
Ibn Rusyd. Abu Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd, yang paling termasyhur di antara para pemikir Muslim di Eropa, lahir di Kordova pada 520 H(1126M) dan wafata di Maroko pada 595 H(1198M). Ibn Rusyd adalah seorang ilmuwan besar, bukan hanya dalam filsafat, tetapi juga teolog, fiqh, kedokteran, astronomi dan ilmu kesusasteraan. Ibn Rusyd menganggap Aristoteles sebagai wahyu tertinggi Tuhan kepada manusia sehingga agama mesti sepenuhnya setuju kepada Aristoteles. Dalam persoalan agama, menurut Ibn Rusyd manusia terbagi dalam tiga kelompok. Yang paling rendah adalah mereka yang mengimani dogma-dogma agama secara kaku. Kelompok kedua adalah mereka yang bellum merasionalisasi keimanannya tetapi memahami argumentasi dan kontroversi untuk mempertahankan dan membuktikan dogma-dogma yang mereka yakini. Kelompok ketiga adalah orang-orang yang kepadanyalah sang filosof menunjukan seruannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar